Senin, 25 Maret 2013

Puisi Untuk Guruku


GURU
Oh guru...
Engkau pahlawanku...
Engkau bungaku...
Engkau penyejuk hatiku...
Oh guru...
Engkau bak hujan..
Yang kadang-kadang turun...
Karena kepintaranmu...
Oh guru....
Aku bisa pintar..
Karena ilmu yang kau berikan...
Oh guru...
Aku tidak bisa membalas kebaikanmu...
Karena kau pantas disebut..
Dengan pahlawan tanpa tanda jasa...




PAHLAWAN TANPA LENCANA

Pagi yang indah deruan angin menerpa wajah
Dingin menyelimuti langkah penuh keikhlasan
Renungan hanya untuk sebuah kejayaan
Berfikir hanya untuk sebuah keberhasilan
Tiada lafaz seindah tutur katamu
Tiada penawar seindah senyuman mu
Tiada hari tanpa sebuah bakti
Menabur benih kasih tanpa rasa lelah
Hari demi hari begitu cepat berlalu
Tiada rasa jenuh terpancar di wajah mu
Semangat mu terus berkobar
Memberikan kasih sayang tiada rasa jemu
Jika engkau akan melangkah pergi
Ku tau  langkahmu penuh pengorbanan
Jika dirimu telah tiada dirimu kan selalu di kenang
Kau adalah pahlawan tanpa lencana.
(saifuddin usman@REVO-Srikand FM)













GURUKU

Suci dan iklas pemberian mu
Dari kami buta menjadi tau
Suci dan ikhlas pengorbanan mu
tiada ternilai jasa baik mu
Engkau laksana lampu dalam kegelapan
Yang menerangi alam kalbuku
Engkau bagaikan angin
Yang selalu berbisik tentang kebaikan
Namamu selalu bergelora
Dalam hatiku
Jasa dan benih yang engkau tanam
Kini telah tumbuh bersemi
Terpujilah engkau wahai guruku pahlawan hidupku


PUISI UNTUK GURU

Orang kata guru itu penat
Gaji tak seberapa kerja berlambak
Aku kata guru itu rehat
Mengajar tak seberapa tapi penuh berkat
Kerja sekerat-sekerat pahala penuh sendat
Ilmu yang dicurah tak dapat disekat
Makin dicurah makin mendekat
Orang kata guru itu sungguh bosan
Setiap tahun muka sama setiap bulan
Aku kata guru itu singguh riang
Sekali berkata murid ketawa girang
Bila berjaya murid terus menjulang
Jasa bakti tak pernah hilang
SEKUNTUM BUNGA UNTUK GURU-GURU TERCINTA

Allah ciptakan matahari,
yang tak pernah bosan bersinar,
seperti halnya semangat dan kasih sayangmu dalam mendidik kami,
wahai guruku......
Allah ciptakan bulan untuk menerangi malam,
seperti halnya engkau bu guru,
yang selalu membimbing dan menerangi kami dengan berbagai ilmu
Allah ciptakan bintang dimalam hari sebagai penghias,
seperti halnya engkau bu guru,
yang selalu menghiasi hari-hari kami dengan begitu indahnya.
Allah ciptakan bunga yang begitu harum,
seperti halnya engkau bu guru
yang telah memberikan keharuman pada hari-hari kami,
selama kami bermain dan belajar disekolah.


NAON BOA

Aku bisa menjadi orang
Itu karena mu
Aku bisa di pandang
Itu juga karena jasamu
Walau aku tak bisa memberikan sesuatu
Walau gajinya tak culup untuk keluarga
Tapi dengan ikhlas kau membimbing
Dengan rela kau mengamalkan ilmu
Kadang Marah....Kadang Lucu....
Kau mengisi hari-hari aku
Walau hujan...Walau panas....
Kau selalu ada di depan siswa
Terima kasih pengorbananmu
Karena kami memetik hasilnya sekarang
Terima kasih atas ilmunya
Karena dengan ilmu kami bisa maju
Untuk sang guru
Orang yang patut di gugu dan di tiru
Semoga selalu bahagia
Walau gajinya tak seberapa




GURUKU

Bagaikan cahaya di gelap malam
Bagaikan tetes embun di padang gersang
Kehadiranmu …
Leburkan ilmu dalam benakku
Guruku …
Kasih sayang,
ketulusan Kelembutanmu …
tanpa pamrih
Kau memimbingku
Dari tak tahu apa-apa
Kini aku hampir tahu segalanya
Guruku
Padamu aku berguru
Padamu aku meniru




PELANGI UNTUK GURU

Dia…
Dia yang mengajariku selama ini
Dia yang  menjadikanku seperti ini
Dia yang rela dititipkan seorang aku..
Benda kosong melompong yang saat itu hanya penuh nafsu..
Lalu…
Ia anggap diriku layaknya selembar kertas putih
Dilukisnya warna-warna damai nan berarti
Putih, agar diriku berpikiran jernih
Emas, agar diriku bersinar cerah
Dan merah, agar hatiku penuh dengan semangat yang membara
Dan kini aku pun mengerti…
Dirinya yang telah membuat diriku penuh isi
Yang membuatku mengerti, bahwa hidup itu untuk dijalani
Dan yang membuatku bahagia memiliki warna-warna pelangi
Suatu saat nanti, aku akan kembali padanya..
Membalas budinya..
Melukiskan beribu pelangi yang pantas ia banggakan
Jasaya untukku takkan pernah tergantikan
Ku ucapkan terimakasih untukmu, pelita hatiku
Ku ucapkan terimakasih untukmu..

Kamis, 14 Februari 2013

Pemberian Piala

Piala diberikan kepada siswa yang berprestasi di SDIT  Darul Athfal
Dalam rangka lomba Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW






Jumat, 08 Februari 2013

Sekeping Uang logam

-->


Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Teriknya matahari siang ini tak menyurutkan semangat Roy untuk tetap melangkah menyusuri jalan menuju sebuah gedung perkantoran yang letaknya 100 meter dari halte bis tempat Ia turun.
Hari ini untuk pertamakalinya Roy memenuhi panggilan psikotest dan interview pekerjaan setelah 30 berkas lamaran dikirimkan melalui email maupun PT. POS sejak Ia dinyatakan lulus dari salah satu Perguruan Tinggi sebulan yang lalu.
“Tinggal setengah jam” gumamnya saat melihat jam yang ada di tangannya. Andai tadi tidak terjadi kecelakaan di jalan tol, mungkin bis yang ditumpanginya tidak terjebak kemacetan panjang.
Roy mempercepat langkahnya, berharap Ia memiliki waktu beberapa menit untuk beristirahat saat tiba di kantor tujuan. Namun tiba-tiba langkahnya melambat, matanya tertuju pada gadis kecil berbaju biru yang sedang jongkok di bibir selokan pinggir jalan sambil memegang sebatang ranting. Tangannya terus berupaya menggerak-gerakan ranting untuk meraih sesuatu yang ada di dalam selokan tersebut.
Roy mulai bimbang, hati kecilnya tergerak untuk menghampiri gadis kecil ini, namun akalnya berkata “ayo Roy, waktumu tidak banyak, masih banyak orang lain yang akan membantu gadis kecil itu.”
Haaap … Tangan Roy refleks meraih tubuh mungil di hadapannya, tubuh yang hampir saja terjatuh ke dalam selokan. Roy ikut jongkok di bibir selokan setelah tangannya melepaskan tubuh gadis mungil dan memastikan posisinya dalam keadaan aman.
” Emang ada apa di dalam sana, Dek?”
” Uang logam, Kak?”
” Uang logam? Punyamu?”
” Bukan, punya ayah?”
” Jatuh?”
” Iya, tadi tidak sengaja ayah tersenggol seseorang saat melintasi jalan ini dan jatuh, uang logam di sakunya jatuh ke selokan ini.”
“Berapa uang yang jatuh? Kakak ganti aja ya, biar kamu gak perlu susah ngambil lagi.”
” Uang itu logam yang suka dipakai ayah bila pelanggannya minta kerokan, jadi tidak ada nilainya”
” Ooh.. Ayahmu tukang pijat?”
” Iya Kak.. Ayah tidak bisa melihat, jadi
Ayah selalu mengajakku untuk keliling ke rumah-rumah pelanggannya”
Pandangan Roy beralih ke dalam selokan, airnya tidak banyak dan terlihat jelas ada sekeping uang logam disana. Segera Ia melepaskan tas punggungnya, melepas sepatu dan kaos kakinya, menggulung celana panjangnya hingga ke lutut dan dengan cepat Ia turun ke dalam selokan yang dalamnya kurang dari satu meter itu, memungut logam dan kembali naik ke atas.
Tangannya kemudian meraih botol berisi air mineral yang ada saku pinggir tasnya, dicucinya uang logam yang ada ditangannya dan diserahkan
kepada gadis kecil tersebut. Dengan air tersisa Ia pun menyiram kedua kakinya.
Sambil mengenakan kaos kaki dan sepatunya, Roy berkata ” Kakak harus segera pergi, kamu hati-hati ya pulangnya, salam untuk ayahmu.”
” Iya, makasih banyak Kak.”
” Oh ya, siapa namamu?” Seraya bangkit berdiri
” Siti Kak..”
” Ok Siti, Kakak jalan ya..” sambil mengelus kepala gadis kecil dan kemudian sedikit berlari menuju gedung kantor yang kira-kira 30 meter lagi jaraknya.
Setibanya di kantor tujuan, Roy segera menuju meja penerima tamu, dan mengatakan maksud kedatangannya pada wanita cantik di balik meja tersebut.
Roy diminta duduk menunggu, dan kemudian dilihatnya wanita cantik mengangkat gagang telepon yang ada di meja dan menghubungi seseorang.
Tidak perlu waktu lama wanita cantik tersebut kemudian mengabarinya bahwa psikotest sudah dimulai dan yang terlambat tidak diperkenankan masuk.
Roy hanya tersenyum kemudian mengucapkan terimakasih, dan permisi pulang, tidak ada sedikitpun keinginan untuk menjelaskan alasan keterlambatannya.
Tubuhnya berbalik meninggalkan wanita cantik yang masih terus melihatnya, dan melangkah meninggalkan gedung, tidak ada penyesalan di wajahnya, yang ada hanya bayangan senyum gembira Siti saat menerima uang logamnya kembali.
Dalam hatinya berkata ” Siti, aku tahu betapa berartinya sekeping uang logam itu untukmu dan ayahmu, sama berartinya dengan gitar tua yang selalu menemaniku mencari uang sejak masih menggunakan seragam putih abu-abu”

Saat kita dihadapkan pada sebuah pillihan, bertanyalah pada hati dan ikuti apa yang dikatakannya.